Selamat Natal dan Tahun Baru

Wah, senangnya sudah akhir tahun. Tak terasa, libur panjang, natal, dan tahun baru sudah tiba. Saya pribadi mengucapkan selamat hari natal bagi segenap rekan-rekan penerjemah dan agensi-agensi mitra yang merayakannya. Merry Christmas and happy holiday, may your holidays be merry and bright with friends and family.

christmas

Merry Christmas and Happy New Year.

Sampai jumpa di tahun 2017. Mudah-mudahan di tahun baru nanti, selain semangat baru, juga akan ada kemitraan yang semakin menyenangkan.

Cara Tepat Memublikasikan Konten Blog Ke Banyak Akun Media Sosial Sekaligus

Punya konten blog yang harus segera dibagikan ke banyak pembaca? Punya dan aktif di banyak akun media sosial? Keduanya kombinasi sempurna untuk mendongkrak “popularitas” sekaligus peluang penjualan jasa penerjemahan kita!

Sebelumnya, saya sempat menuliskan bagaimana caranya mengelola banyak akun media sosial untuk keperluan publikasi konten blog atau sekedar update status di sini. Tapi, kalau untuk memublikasikan konten blog saja, kelihatannya masih “ribet”, ya? Bisakah kita melakukannya langsung dari blog kita, bersamaan dengan kita menekan tombol Publish begitu sebuah konten siap dipublikasikan? Read More

Brace Yourselves, Peak Season Is Coming

Libur natal dan tahun baru sebentar lagi. Bagi saya pribadi, momen seperti ini menjadi salah satu momen yang paling menyenangkan. Betapa tidak, selama para penerjemah in-house di agensi-agensi penerjemahan sedang menikmati masa liburan mereka, biasanya saya akan sedikit “kebanjiran” pekerjaan tambahan. Inilah peak season bagi freelancer seperti saya 🙂

Apa saja yang harus kita persiapkan untuk menghadapi peak season? Dan, bagaimana sebaiknya kita menyiasati kemungkinan banyaknya pekerjaan tambahan sementara kita juga ingin menikmati masa-masa liburan? Read More

Cara Mudah Kelola Banyak Akun Media Sosial untuk Promosi Jasa Penerjemahan

Punya banyak akun media sosial dan merasa ribet kalau ingin update promosi jasa penerjemahan atau sekadar berbagi konten blog?

Biasanya, setiap kali kita ingin mengunggah atau memublikasikan suatu informasi ke banyak media sosial sekaligus, sebagian besar dari kita mungkin melakukannya secara manual: buka banyak tab di peramban, satu untuk Facebook, satu untuk Twitter, satu untuk Google+, dst. Buat status atau memublikasikan informasi di salah satu akun media sosial, lalu copy-paste atau tulis ulang di akun lainnya. Memakan waktu dan tidak praktis, bukan? Bagaimana solusinya? Read More

Berani Menentang Tarif Rendah (Bag. 2)

Pada artikel sebelumnya, sudah kita lihat 2 faktor pertama yang bisa digunakan untuk menentukan besarnya tarif terjemahan. Nah, 2 faktor berikut juga tidak kalah penting untuk dipertimbangkan. Selamat membaca 🙂

Kesulitan pekerjaan yang tidak terduga

Selalu periksa atau minta diperlihatkan dokumen yang hendak dikerjakan, untuk memperkirakan tingkat kesulitannya. Kadang, walaupun sudah biasa mengerjakan teks berlabel “general”, antara apa yang dibayangkan dengan apa yang dihadapi bisa benar-benar berbeda. Jika ternyata dokumen tersebut “sulit” atau akan memakan waktu lebih lama dari tenggat yang diajukan klien, negosiasikan kembali tarif atau tenggatnya. Sama seperti poin di atas, pertimbangkan hal-hal yang berpotensi tidak dibayar. Jangan sampai kita mengerjakan teks yang “lebih sulit” dari biasanya, namun dengan bayaran yang sama. Apalagi jika yang akan dikerjakan merupakan pekerjaan yang hanya bisa dikerjakan oleh orang-orang tertentu alias spesialis, maka tidak boleh disamakan dengan tarif terjemahan yang bisa dikerjakan oleh siapa pun.

Teks yang susah diterjemahkan

Teks susah diterjemahkan, kadang datang tiba-tiba. Sumber dan hak cipta gambar: https://goo.gl/mVQN7x

Kesulitan lain yang mungkin dihadapi: kita harus mengonversi sendiri format file yang dikirim klien agar dapat dibuka dan dibaca di CAT tool kita lalu mengonversi kembali ke format file yang diminta atau dapat dibaca klien, mengonversi atau mengetik ulang hasil pindai OCR, dll. Pastikan untuk pekerjaan seperti ini dikenakan tarif tambahan.

Jangan tergiur proyek bervolume besar, kecuali…

Volume besar itu menyenangkan, tapi berisiko. Seringnya, pekerjaan dengan volume besar menuntut kita untuk mau dibayar murah. Biasanya, kalau dapat job dari agensi, agensi akan meminta kita menurunkan tarif atau rate karena ini proyek besar atau proyek jangka panjang. Misalnya tarif kita sebesar 0.05 USD per kata, maka agensi mungkin akan meminta kita menurunkannya menjadi 0.035 USD atau 0.04 USD per kata.

Perlukah kita menurunkan tarif kita?

Berani Menentang Tarif Rendah (Bag. 1)

Tarif rendah, siapa yang mau? Banyak 🙂

Tapi, tarif rendah untuk terjemahan berkualitas, barangkali banyak penerjemah yang enggan menerimanya. Saya, yang masih sangat baru di industri penerjemahan saja, malas menerima tarif yang terlalu rendah, katakanlah di bawah 0.05 USD per kata.

tarif rendah penerjemah

Tarif rendah? Tunggu dulu. Sumber dan hak cipta gambar: https://goo.gl/xfsBdg

Saya percaya bahwa menerjemahkan adalah pekerjaan intelektual sekaligus seni, tidak sepantasnya dibayar dengan harga yang murah. Tapi, berapa besaran yang valid untuk menilai dan mengukur tinggi-rendahnya atau murah-tidaknya harga terjemahan kita?

Ada beberapa hal yang saya dapat dari mentor saya dan berbagai sumber daring lainnya mengenai cara menentukan besaran tarif terjemahan dalam konteks sebagai penerjemah lepas dan mengapa kita harus berani menolak tarif rendah, yaitu:

Pendapatan per bulan yang diinginkan

Besaran tarif bisa dihitung berdasarkan pemasukan yang diiinginkan tiap bulan, misal 10 juta per bulan. Untuk menghasilkan 10 juta per bulan, berapa proyek yang harus atau sanggup dikerjakan dalam sebulan? Atau lebih spesifik, berapa ribu kata yang bisa ditangani per hari agar menghasilkan 10 juta per bulan dengan 5 hari kerja dalam seminggu dan 8 jam kerja per hari?

Jika dalam satu hari kerja kita mampu menerjemahkan 2.500 kata, artinya dalam 5 hari kerja kita bisa menerjemahkan hingga 12.500 kata. Katakanlah dalam satu bulan kita memiliki hari efektif kerja sebanyak 20 hari. Artinya, dalam 20 hari idealnya kita mampu menerjemahkan sebanyak 50.000 kata. Lalu, untuk mendapat 10 juta per bulan, tinggal dibagi saja, yaitu 10 juta dibagi 50.000 kata. Hasil akhirnya adalah 200 rupiah per kata.

Hmm, kecil sekali ya? Ya, ini hanya contoh perhitungan secara kasar. Coba kurangi jumlah kata yang mampu kita terjemahkan dalam sebulan, karena tidak mungkin, kan, selama 20 hari penuh kita mengerjakan sebegitu banyaknya? Ya, sebenarnya sih mungkin saja. Misalnya ini proyek besar dengan banyak fuzzy atau context match-nya.

Juga harus diperhitungkan, bahwa sebagai penerjemah lepas, ada kalanya sepi job. Katakanlah dengan target 50.000 kata untuk 10 juta per bulan, maka perlu usaha yang ekstra keras. Oleh karenanya, harus dipikirkan besaran tarif yang tepat untuk jumlah pekerjaan yang lebih sedikit (kurangi target jumlah kata, naikkan tarif). Misalnya naikkan menjadi 500 rupiah per kata. Maka beban target kerja kita sebulan jadi berkurang menjadi 20.000 kata saja. Saya ulangi, ini hanya gambaran hitung-hitungan kasar.

Silakan baca: acuan tarif terjemahan Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI)

Apa yang Dilakukan Penerjemah Selain Menerjemahkan?

Dulu, ketika pertama kali saya dilatih sebagai penerjemah, saya “hanya” disiapkan untuk mampu menerjemahkan teks, tidak disiapkan untuk pekerjaan tambahan lainnya. Semula pekerjaan menerjemahkan adalah pekerjaan mengalihbahasakan semata. Tapi ternyata, menerjemahkan pun ada variannya, misalnya saja transcreation. Selain itu, penerjemah juga kadang diminta untuk melakukan revisi terhadap hasil kerja penerjemah lainnya, proofreading, cultural review, voice over (bagi yang memiliki suara bagus dan berkarakter), subtitling, dan lain-lain.

Berikut beberapa uraian singkat mengenai tugas penerjemah:

Transcreation

Transcreation atau transkreasi adalah pekerjaan translate and create, menerjemahkan tapi dengan cara menggubah teks sumber ke dalam bahasa target yang bisa dibilang sama sekali baru. Kalau dirunut kata per kata akan terasa berbeda dengan teks aslinya (teks sumber bisa saja “hilang” dalam teks terjemahannya) namun tetap memiliki makna yang sama dan pesan bisa tersampaikan. Ada juga yang berpendapat bahwa transcreation adalah gabungan antara penerjemahan dan copywriting. Biasanya tugas transcreation terdapat pada konten marketing dan video game.

Transcreation is the process of “adapting marketing content so that the words and the meaning carry the same weight in different cultures”. (Caitlin Nicholson)

Yang dimaksud teks sumber “hilang” pada teks terjemahannya misalnya begini:

  1. Teks sumber memiliki frasa atau kalimat yang mengandung idiom, majas, maupun peribahasa, sehingga harus dicari padanannya dalam bahasa target yang sesuai;
  2. Istilah pada teks sumber perlu disesuaikan dengan istilah pada bahasa dan budaya setempat. Malah seringnya bisa menggunakan dialek setempat, tidak melulu menggunakan ragam bahasa formal, misalnya: rasanya nge-hits buangets!

Pekerjaan transcreation ini memaksa penerjemah untuk menjadi superkreatif karena biasanya teks sumber “tidak dapat diterjemahkan” dengan cara biasa. Misalnya saja tagline sebuah iklan atau produk yang seringnya tidak dapat diterjemahkan secara harfiah. Butuh pemahaman terhadap filosofi produk, memahami pangsa pasarnya, dst. Hal ini diperlukan agar bahasa target yang disusun tidak menimbulkan tafsir ganda, dapat diterima oleh pasar lokal yang dituju, dan tidak terasa berasal dari bahasa asing.

Bagi saya sendiri, transcreation adalah tugas “terberat” dan baru dua atau tiga kali mengerjakannya (dengan mati-matian).

Baca juga: Get Creative with Transcreation.

Penghasilan Kategori “Sukses”

Berapa jumlah penghasilan penerjemah yang dianggap sebagai “sukses”? 5 – 10 juta per bulan? 10 – 15 juta per bulan? 15 – 20 juta per bulan? Atau di atas 25 – 30 juta per bulan?

Pertanyaan tersebut di atas konon dilontarkan oleh Pak Eddie Notowidigdo pada kursus penerjemahan yang diselenggarakan HPI di tahun 2009 lalu, dan “diceritakan” kembali oleh Mba Dina Begum di sini.

Sebenarnya, saya tidak tertarik membahas nominal “penanda” kesuksesannya, karena sifatnya sangat relatif. Tapi saya tertarik sekali untuk membahas bagaimana atau proses agar saya bisa sampai ke sana (ke 25 atau 30 juta rupiah per bulan). Mungkinkah seorang penerjemah sampai ke sana, dan bagaimana caranya?

Menjadi penerjemah yang sukses

Menuju penerjemah yang sukses secara finansial. Sumber dan hak cipta gambar: jtanki / 123RF Stock Photo

Menurut Pak Eddie (dalam artikel yang diceritakan oleh Mba Dina tadi), sangat mungkin seorang penerjemah sampai ke angka fantastis tersebut di atas. Syaratnya: pengetahuan dan keterampilan, profesionalisme, sarana dan prasarana, networking, serta upaya pemasaran dan promosi.

Saya setuju dengan pendapat Pak Eddie tersebut. Secara pribadi, saya sudah dan masih menjalani hampir semua hal di atas meski saat ini saya belum memanen hasil maksimalnya. Saya dituntut menguasai teks A dan B, saya dituntut untuk mampu mengoperasikan CAT tool C dan D, saya dituntut untuk bekerja secara professional, saya diminta untuk memiliki sarana penunjang, dan seterusnya. Beberapa hal mungkin bisa saya uraikan sebagai berikut:

Merintis Karir Subtitler Melalui TED

Sebelumnya, saya pernah menulis tentang belajar menjadi penerjemah melalui Wikipedia. Nah, kalau ingin menjadi subtitler, di mana kita harus belajar?

Secara formal, sepertinya saya belum pernah mendengar soal tempat di mana kita bisa belajar menjadi subtitler seperti tempat kursus atau sekolah khusus, kecuali mungkin workshop yang diadakan oleh asosiasi penerjemah atau yang semisalnya.

Saya sendiri, belajar menjadi subtitler setelah saya bergabung dengan CLC (Cinema Lovers Community), sebuah komunitas pegiat film dari kota kelahiran saya, Purbalingga. Saat itu sekitar akhir tahun 2006. Di CLC, selain mendapat kesempatan belajar soal sinematografi dan video editing, saya juga berkesempatan menjajal kemampuan saya “menerjemahkan” transkrip beberapa film produksi CLC. Ada beragam jenis film atau video yang saat itu saya terjemahkan. Mulai dari profil instansi, profil tempat wisata, dan film pendek (fiksi dan dokumenter). Khusus untuk film pendek, biasanya saya mengerjakan subtitle untuk film-film yang hendak diikutsertakan dalam berbagai festival film baik di dalam maupun luar negeri. Jujur, saat itu saya belum terpikirkan untuk menjadi subtitler betulan. Karena, jangankan menjadi subtitler, menjadi penerjemah atau bahkan ilmu tentang penerjemahan saja saat itu sama sekali belum dapat, belum tahu. Bahkan, bisa dibilang, subtitle saya saat itu adalah subtitle dengan terjemahan apa adanya. Read More