Pertama-tama, saya terinspirasi dan mengambil poin-poin penting artikel ini dari sini. Kedua, selamat membaca 🙂
Pendahuluan
Menjadi seorang penerjemah freelance adalah salah satu opsi yang sebelumnya tidak sempat terpikirkan, mengingat latar belakang pendidikan saya yang berada di luar urusan kebahasaan meski saya sangat menggandrungi dunia kepenulisan. Namun, meski masih banyak yang menganggap bahwa pekerjaan seorang freelance itu tidak tentu, tidak menjanjikan, sekedar “kerjaan” saat senggang, dan seterusnya, saya justru semakin total menggeluti bidang ini.
Freelancing is a demanding job dan punya deadline sama seperti pekerjaan full time (Sumber: blog sribu)
Ada beberapa hal yang saya jadikan “pegangan” ketika akhirnya saya memberanikan diri menggeluti dunia penerjemahan. Selain karena adanya informasi mengenai peluang “bekerja dari rumah”, juga ada kesempatan belajar banyak hal. Yang pada akhirnya, bagi saya pribadi, menjadi seorang penerjemah, khususnya penerjemah lepas, bukan melulu soal karir. Dan asyiknya, apa yang saya dan ribuan atau bahkan jutaan freelancer di luar sana rasakan, bisa di-“copy” oleh siapapun 🙂
6 Bekal Utama
Skill
Catatan: Ini berlaku saat saya bekerja untuk agensi asing sesuai pengalaman pribadi saya
Di dunia freelancing—termasuk di bidang penerjemahan profesional, ijazah bukan segalanya. Sejak awal saya terjun di dunia penerjemahan saya tidak pernah ditanya lulusan universitas apa, jurusannya apa, S1 atau S2 atau S3, dst. Memang, ijazah adalah semacam bukti validitas dan kemumpunian ilmu yang kita miliki, tapi di dunia freelancing secara umum, itu bukan segalanya. Seorang freelancer hanya akan dinilai dari kapabilitasnya secara nyata. Read More