Baca artikel sebelumnya (bagian 1)….
Menambah Jam Terbang
Agensi asing sangat tertarik dengan pengalaman-pengalaman yang prestisius: pernah mengerjakan proyeknya Google, pernah mengerjakan proyeknya Microsoft, pernah mengerjakan proyeknya Facebook, pernah mengerjakan proyeknya Apple, dst. Tapi bagi penerjemah yang baru terjun ke industri penerjemahan, kesempatan menerjemahkan proyek-proyek prestisius seperti ini akan sangat susah didapat. Salah satu trik yang pernah (dan masih) saya lakukan adalah dengan terjun ke proyek-proyek crowd source seperti di Motaword, misalnya. Atau bergabung di Translated. Di sana ada beragam proyek penerjemahan UI game dan aplikasi iOS. Jadi meski tidak “langsung” dari Apple, ketika suatu agensi bertanya apakah saya pernah mengerjakan proyeknya Apple, akan saya jawab: “saya belum pernah mengerjakan proyeknya Apple, tapi saya sudah pernah mengerjakan terjemahan aplikasi-aplikasi iOS”.
Jumlah word count-nya memang tidak seberapa. Bahkan selalu di bawah seribu kata. Tapi cukup sebagai “pelengkap” di CV saya dan kadang menjadikan agensi cukup yakin untuk merekrut saya 🙂
Menerjemahkan artikel di Wikipedia juga bisa menjadi alternatif.
CV atau Service Offer?
Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah artikel tentang CV yang katanya tak lagi efektif untuk digunakan melamar ke suatu agensi. Silakan baca artikel dan komentar-komentarnya di sini.
Bagaimana menurut Anda?
CV memang seringnya tampil monoton, kaku, dan kurang menarik. Apalagi CV sering dianggap sebagai alat “pencari kerja”, bukan bagian dari surat penawaran kerja sama bisnis. Dengan CV kita dianggap sebagai seseorang yang sedang sangat membutuhkan pekerjaan dan sangat berharap untuk bisa direkrut. Karenanya, muncullah ide mengganti CV dengan service offer.
Silakan unduh contoh service offer di sini.
Bagaimana menurut Anda?
Bagi saya pribadi, baik CV maupun service offer memiliki “kekuatan” yang sama. Dari ulasan dan “debat” pada kolom komentar pada artikel yang saya baca di atas, CV memang lebih dianggap sebagai alat seorang penerjemah untuk menunjukkan entitasnya sebagai seorang individu pencari kerja, sementara service offer dianggap sebagai alat seorang penerjemah untuk menunjukkan entitasnya sebagai business person yang hendak menawarkan spesialisasinya sebagai sebuah solusi bagi agensi. Tapi sejauh ini, sepanjang saya melamar posisi freelancer di beberapa agensi asing, justru bukan bentuknya (CV atau service offer) yang dipermasalahkan, melainkan pengalaman yang harus saya highlight di dalamnya. Artinya, sepanjang saya memiliki pengalaman di bidang yang agensi butuhkan, tidak masalah apakah itu CV atau service offer.
Mungkin, biar CV tidak terkesan monoton, bisa kita akali dengan mendesain ulang tampilan CV kita. Silakan googling contoh-contoh CV keren sebagai inspirasi 🙂
Menulis Di Blog
Memasarkan jasa penerjemahan juga bisa dilakukan melalui blog pribadi di mana kita juga bisa sekalian mencatatkan track record kita, menceritakan pengalaman dan pandangan atau ide kita, dan tentu, sebagai rumah kita di dunia maya.
Sampai saat ini menulis di blog untuk mendongkrak pemasaran jasa penerjemahan, khususnya bagi freelancer memang tidak sedikit menuai kontra, alias banyak yang percaya bahwa menulis di blog tidak bisa serta-merta membuat kita direkrut agensi asing. Banyak yang berpandangan bahwa blogging justru menguras waktu, tidak membuat “jam terbang” menerjemahkan semakin bertambah. Tapi bagi saya sebaliknya: nge-blog bisa membuat kita menjadi terbuka, terorganisir, awas, dan juga dapat meningkatkan kemampuan menulis. Poin-poin ini sangat penting untuk sekaligus mengasah kemampuan kita sebagai editor maupun proofreader. Menulis di blog jelas suatu kegiatan serius dan menantang. Memang, konsistensi kita dalam menulis di blog nantinya akan “diuji” saat job mulai banyak. So, stay strong! 🙂
Pingback: Langkah-Langkah Berkarier Di Dunia Penerjemahan – ActiveTranslation by Khadis