Penerjemah menerjemahkan buku itu sudah biasa. Tapi kalau penerjemah menulis buku?

Buku yang mengupas teori dan praktik (pengalaman) penerjemahan bisa dibilang agak susah dicari di rak-rak toko buku. Entah ada kaitannya atau tidak, mungkin ini salah satu penyebab masyarakat sering “salah kaprah” dalam memandang profesi penerjemah—karena tak ada informasi memadai mengenai dunia penerjemahan. Buku tentang penerjemahan mungkin lebih banyak beredar di kalangan akademisi—singkatnya, di kampus—sebagai buku teks mata kuliah terjemahan. Tapi tahukah Anda, kalau selain buku teks yang menjadi bahan ajar di kampus-kampus, beredar juga buku-buku karya penerjemah yang dapat menambah wawasan Anda tentang dunia dan industri penerjemahan?

Buku-buku berikut bukanlah hasil terjemahan, tapi tulisan para penerjemah yang kemudian dibukukan. Apa saja yang mereka siapkan dan lalui untuk menjadi penerjemah? Pencapaian apa saja yang mereka raih dengan menjadi penerjemah. Silakan baca ulasan beberapa buku berikut:

Translation: buku teks suplemen mata kuliah penerjemahan

Buku Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan karya Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto adalah salah satu “oase” di tengah kurangnya buku acuan tentang bekal menjadi penerjemah. Buku edisi revisi setebal 216 halaman yang saya beli beberapa waktu lalu ini berisi 9 topik utama dengan masing-masing topik diurai ke dalam beberapa subtopik menarik. 9 topik utama tersebut secara garis besar membahas beberapa hal, yaitu definisi penerjemah dan penerjemahan, ragam terjemahan, prinsip penerjemahan, serta strategi penerjemahan yang disertai dengan contoh terjemahan.

Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan

Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan. Sumber gambar: Koleksi pribadi

Seperti yang diungkapkan oleh penulisnya, buku ini berisi pembahasan teoritis dan ditujukan kepada mahasiswa, dosen, dan praktisi penerjemahan. Bisa dibilang, buku ini benar-benar merupakan buku suplemen dalam mata kuliah penerjemahan untuk mahasiswa karena pembaca akan diajak untuk mendalami teori-teori penerjemahan dan pendapat para ahli. Selain itu, pendalaman mengenai makna kata (semantik), penyesuaian gramatikal dan leksikal, imbuhan, modifikasi kata, serta beberapa subtopik lain mendapat proporsi yang cukup banyak. Ulasan mengenai topik-topik ini bukan saja sangat penting, tapi lebih dari itu. Mengingat proses penerjemahan bukanlah proses sembarangan semudah mengganti kata dalam bahasa sumber menjadi kata dalam bahasa target. Pemahaman makna misalnya. Dalam membentuk terjemahan yang luwes dan mampu menyampaikan isi teks sumber dengan tepat, pemahaman makna jauh lebih penting ketimbang sekadar arti kata per kata (harfiah).

Tersesat Membawa Nikmat: membacanya seperti sedang bercermin

Tersesat Membawa Nikmat adalah buku pertama yang diterbitkan oleh anggota milis Bahtera (Bahtera = Bahasa dan Terjemahan Indonesia, milis tempat para penerjemah berdiskusi dan saling berbagi informasi). Buku ini sebenarnya buku “lama”, karena diterbitkan di tahun 2009. Saya sendiri tidak bisa mendapatkan versi cetaknya, melainkan sekadar versi fotokopian-nya. Keberadaan buku ini sebenarnya sudah lama saya dengar, yaitu sejak 4 tahunan yang lalu, ketika saya baru bergabung dengan milis Bahtera. Namun baru beberapa hari yang lalu saya kesampaian dapat memiliki dan membaca isinya yang luar biasa.

Buku ini berisi pengalaman para penerjemah profesional yang tergabung dalam milis Bahtera sekaligus anggota HPI (Himpunan Penerjemah Indonesia). Pengalaman-pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman “banting setir” para penerjemah (misalnya yang semula seorang arsitek kini menjadi penerjemah, yang tadinya sekretaris kemudian jadi juru bahasa, dst.), pengalaman belajar CAT tools, pengalaman menghadapi klien orang awam, pengalaman dibayar dengan harga selangit, pengalaman tidak dibayar semestinya, pengalaman kehilangan kesempatan, dll. Singkatnya, buku ini berisi pahit dan getirnya plus manisnya menjadi penerjemah.

Tersesat Membawa Nikmat

Tersesat Membawa Nikmat. Sumber gambar: Blog Bahtera

Uniknya, membaca buku ini bagi saya serasa bercermin. Sepanjang 4 tahun bergelut di dunia penerjemahan profesional, tak sedikit kisah dari buku ini juga adalah “bagian” dari diri saya sendiri. Contohnya soal “banting setir” tadi. Seperti beberapa penerjemah yang berkontribusi dalam buku ini, saya bukanlah lulusan fakultas bahasa dan sastra namun akhirnya berkecimpung di dunia penerjemahan. Saya adalah lulusan D2 jurusan desain grafis dan multimedia yang akademi tempat saya belajar saja “cuma” dianggap sebagai tempat kursus komputer! Bahkan sebelum terjun ke dunia penerjemahan, banyak profesi yang saya lakoni. Mulai dari penjaga rental komputer, mengajar les privat komputer, tukang syuting di biro perjalanan wisata, dll.

Pengalaman kehilangan kesempatan menerjemahkan suatu dokumen juga tak jarang terjadi di awal karir saya. Selain itu ada juga pengalaman dipandang “rendah”, dipandang sepele, dipandang sebelah mata, dll. Bahkan pengalaman klien tidak sanggup membayar saya sesuai tarif normal juga pernah saya alami!

Buku Tersesat Membawa Nikmat ini bagi saya sangat perlu dan penting untuk dicetak serta diterbitkan kembali dengan banyak penambahan. Dipromosikan segetol-getolnya dan dipasarkan seluas-luasnya untuk mengedukasi lebih banyak masyarakat, menginspirasi para pecinta bahasa, serta memotivasi para calon penerjemah di masa depan. Buku ini cocok untuk meluruskan berbagai persepsi mengenai profesi penerjemah.

Menatah Makna: semua hanya masalah jam terbang

Menatah Makna adalah buku “lanjutan” dari buku Tersesat Membawa Nikmat. Masih seputar pahit dan manisnya menjadi penerjemah dan juru bahasa, dengan 8 bab utama dan 1 bab “bonus” berisi dokumentasi kegiatan anggota Bahtera di beberapa kota.

Karena masih berupa “sambungan” dari buku sebelumnya, isi dari buku Menatah Makna ini masih tidak jauh berbeda dengan buku Tersesat Membawa Nikmat. Di bab-bab awal masih mengupas tentang pengalaman menjadi penerjemah yang “tak diduga”. Betapa tidak, misalnya saja Pak Ali Syamsuddin. Di masa sekolah, beliau adalah salah satu siswa yang menganggap pelajaran bahasa Inggris sebagai momok yang jauh lebih “menakutkan” dibandingkan matematika! Atau Bu Istiani Prajoko yang sempat menjadi rekan tandem saya di beberapa penerjemahan teknik pada agensi asal negeri seberang. Beliau pernah tidak lulus mata kuliah Translation I di kampus! Tapi kini, keduanya menjadi penerjemah profesional dengan klien dan karya terjemahan yang tidak sedikit. Kuncinya? Bakat, minat, motivasi, dan teknik! Keempatnya bisa dipelajari!

Buku Menatah Makna

Menatah Makna. Sumber gambar: Blog Bahtera

Oh iya, soal Bu Istiani, di buku Menatah Makna ini juga dimuat kisah beliau menerjemahkan dokumen ke bahasa Jawa. Bahasa Jawa? Memangnya laku?

Baca juga: Bahasa daerah di industri penerjemahan

Selain soal “berjuang” menjadi penerjemah, banyak pula dikisahkan soal perburuan klien dan agensi, pengalaman menghadapi tenggat tak masuk akal, sampai kesalnya seorang anggota Bahtera yang diminta menerjemahkan suatu dokumen oleh temannya tapi dikira gratisan! Selain dikira gratis (karena sesama teman), juga dikira bayaran terjemahan itu murmer alias murah meriah atau sialnya, cuma dibayar separuh atau kurang dari total tagihan!

Sepertinya, banyak pahitnya ya, menjadi penerjemah?

Tidak juga. Setelah sukses, para penerjemah dan juru bahasa di buku Menatah Makna ini banyak yang berkisah betapa beruntungnya mereka. Mulai dari menjalani profesi dengan sangat enjoy karena pekerjaannya sesuai hobi, bisa keliling Indonesia bahkan keliling Eropa dan keliling dunia dibayari klien, bertemu banyak orang hebat yang susah ditemui oleh orang biasa, dll.

Yang menarik bagi saya adalah tulisan berjudul Remote Working vs. Koneksi Internet Siputlike dan juga Sebenarnya Apa Pekerjaan Saya? Tulisan yang pertama bisa dibilang bagian dari pengalaman pribadi saya. Betapa tidak. Tinggal di desa yang terletak di sebuah kota kecil, internet cepat adalah barang langka. Saya sendiri harus gonta-ganti provider demi mencari mana yang sinyalnya cukup untuk memberi nafas pada mobile modem saya. Maka benar kata Mba Vina Andriyani si penulis Remote Working vs. Koneksi Internet Siputlike, “Rasanya seperti mengganti siput dengan kura-kura, lalu membeli sloth, padahal yang dibutuhkan hanya seekor kelinci!”

Lalu tulisan kedua, Sebenarnya Apa Pekerjaan Saya? adalah tulisan kocak seputar pengalaman Mba Niken Terate Sekar yang tugasnya menjadi juru bahasa kadang disalahartikan oleh orang awam, atau kalau sedang bertugas, malah kerjanya sama sekali tidak berurusan dengan kejurubahasaan!

Selain dua tulisan tersebut, masih ada banyak tulisan lain yang patut diambil hikmahnya.

Pesona Menyingkap Makna: semakin menginspirasi dan memotivasi

Sedikit berbeda dengan dua buku sebelumnya yang banyak mengupas kisah perjalanan awal karir para penerjemah yang tergabung di Bahtera, buku Pesona Menyingkap Makna ini lebih banyak menyampaikan informasi-informasi penting yang membantu memberdayakan penerjemah dan juru bahasa. Tapi tentu, kisah suka dan duka menjadi penerjemah juga masih tetap diberi ruang tersendiri di buku ini.

Buku Pesona Menyingkap Makna

Pesona Menyingkap Makna. Sumber gambar: Blog Bahtera

Yang membuat saya sangat tertarik adalah bab berjudul Kiat dan Siasat. Di sana ada 8 tulisan yang saya rasa dapat digunakan sebagai “panduan dasar” menapaki dunia penerjemahan profesional, di mana tulisan-tulisan dalam bab ini tidak ditemukan pada 2 buku sebelumnya. Beberapa contoh tulisan yang menarik pada bab ini antara lain: kiat menjadi penerjemah yang beruntung, pertimbangan awal sebelum melaksanakan penjurubahasaan, dan saran untuk penerjemah pemula. Di bab inilah, saya merasa bahwa konten buku Pesona Menyingkap Makna ini semakin menginspirasi dan memotivasi!

Nah, bagi yang ingin tahu lebih jauh mengenai HPI (Himpunan Penerjemah Indonesia), disajikan juga bab khusus yang mengupas sejarah, peran, hingga kegiatan-kegiatan anggota HPI. Di bagian akhir, ditampilkan pula profil beberapa anggota Bahtera dan foto-foto kegiatan mereka.

Pedoman bagi Penerjemah: cocok sebagai panduan dasar

Buku Pedoman bagi Penerjemah karya Rochayah Machali ini hampir serupa dengan buku Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan karya Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto di atas. Buku ini tidak berisi kisah maupun pengalaman sang penulis layaknya buku-buku karya anggota Bahtera (Tersesat Membawa Nikmat, Menatah Makna, dan Pesona Menyingkap Makna) di atas. Tapi buku ini berisi pembahasan seputar proses, metode, prosedur, dan teknik penerjemahan sehingga sangat cocok digunakan sebagai buku pegangan di kelas penerjemahan. Selain itu, disajikan pula contoh-contoh kasus dalam proses penerjemahan beserta dengan pemecahannya.

Pedoman bagi Penerjemah

Pedoman bagi Penerjemah. Sumber gambar: Chrysant

Selain sangat cocok digunakan (khususnya) di dunia akademis, buku ini juga dapat digunakan untuk “meluruskan” persepsi masyarakat yang menganggap bahwa menerjemahkan itu mudah dan bisa dilakukan dengan cepat oleh siapa saja tanpa harus tahu teknik dan prosedur yang benar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.