Selamat tahun baru! Mudah-mudahan di tahun yang baru ini, para pembaca yang budiman mendapatkan semangat baru untuk terus berkarya dan mencapai target-target yang telah direncanakan.

Di hari pertama di tahun yang baru ini, saya akan sedikit berbagi pengalaman tentang hal-hal yang harus diperhatikan sebelum bekerja sama dengan agensi penerjemahan, khususnya agensi asing. Barangkali ada di antara rekan-rekan yang tahun ini berencana untuk menjajal dunia freelancing, atau sedang berencana untuk mulai go international dengan berburu proyek-proyek dari agensi luar negeri. Beberapa hal tersebut antara lain:

1. Perjanjian dengan agensi #1: payment terms

Saya mengawali karir di bidang penerjemahan sebagai seorang asisten penerjemah, di mana saya tidak bekerja secara langsung baik dengan klien maupun agensi. Oleh karenanya, saya tidak pernah berurusan dengan kontrak dan lain sebagainya. Baru sekitar 1 atau 2 tahun kemudian, saya mulai “berburu” agensi sendiri. Nah, pada saat itulah saya “dipertemukan” dengan beberapa dokumen kontrak kerja sama seperti SLA, NDA, maupun MoU.

Apa yang perlu diperhatikan dalam dokumen-dokumen tersebut?

Tentu selain batasan-batasan atau ruang lingkup serta prosedur kerja, yang perlu kita perhatikan adalah soal pembayaran (payment terms). Kita harus tahu kapan agensi akan membayar kita setelah kita menerbitkan tagihan (invoice). Apakah itu 30 hari, 45 hari, 60 hari, atau 90 hari. Malah sebaiknya, sebelum kita mendaftar ke sebuah agensi, kita cari tahu terlebih dahulu soal kebijakan pembayaran mereka. Jangan sampai agensi membayar kita terlalu lama (misalnya lebih dari 45 hari), karena tak bisa dipungkiri jika kita memiliki kebutuhan rutin bulanan. Tak terbayang, bukan, jika kita memiliki banyak kebutuhan bulanan tapi ongkos jasa dari agensi baru akan dibayar 2 bulan kemudian?

2. Perjanjian dengan agensi #2: kontrak harus turun di depan

Seorang rekan penerjemah pernah “menghubungkan” saya dengan sebuah agensi yang sudah beberapa kali bekerja sama dengan beliau. Beliau tidak bercerita banyak tentang agensi ini, tapi saya percaya jika beliau tak mungkin melempar pekerjaan “bodong” atau menghubungkan saya dengan agensi abal-abal karena beliau sendiri sering bekerja sama dengan saya. Maka ketika agensi tersebut sedang dalam keadaan kepepet untuk mengerjakan sebuah proyek penerjemahan, saya pun akhirnya dihubungi. Atas dasar kepercayaan saya terhadap rekan kerja saya tersebut, saya pun segera mengerjakan proyek tersebut. Tentu setelah negosiasi tarif dan tenggat berhasil.

NDA penerjemah

Ilustrasi NDA (Non-Disclosure Agreement). Sumber gambar: Pexels.

Sialnya, setelah pekerjaan selesai dan saya menerbitkan tagihan (invoice), agensi yang bersangkutan “menolak” invoice dari saya. Alasannya? Invoice harus dibuat melalui sistem TMS mereka alias tidak bisa manual, dan pembayarannya baru akan dilakukan 90 hari setelah invoice dibuat melalui TMS mereka tersebut. Ini tidak saya ketahui dari awal. Setelah itu, barulah mereka mengirimkan dokumen PO, NDA, dan MoU yang harusnya turun sebelum job diturunkan. Dari MoU yang turun di akhir job tersebut-lah, baru saya ketahui soal kebijakan pembayaran mereka.

Ingat, semua dokumen kontrak harus turun di awal, jangan turun di tengah atau di akhir pekerjaan, agar kita bisa mencermati kebijakan-kebijakan mereka, agar selanjutnya bisa memutuskan akan menerima atau menolak job dari mereka.

3. Zona waktu

Jika kita melihat-lihat profil sebuah agensi dan tertarik untuk melamar sebagai salah satu freelancer mereka, jangan lupa untuk memastikan “jam buka” kantor mereka. Beberapa agensi mungkin hanya buka dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore waktu setempat, sementara agensi lain mungkin buka selama 24 jam. Jika kantor mereka buka selama 24 jam, itu tidak masalah. Akan selalu ada PM (yang mungkin secara bergantian) mengawal pekerjaan kita. Tapi jika kantor mereka hanya buka pada jam-jam tertentu, pertimbangkanlah soal perbedaan zona waktu mereka dengan zona waktu kita.

4. CAT tool yang digunakan

Meski sebagian besar agensi mensyaratkan penggunaan CAT tool seperti SDL Trados, Wordfast, ataupun MemoQ, kita tetap harus menanyakan CAT tool apa yang mereka ingin kita gunakan.  Karena tak jarang kita diminta menggunakan CAT tool tertentu. Jika mereka ingin kita menggunakan CAT tool yang tidak kita kuasai, kita jadi punya waktu untuk mempelajarinya. Atau tanyakanlah pada agensi yang bersangkutan, apakah mereka menyediakan akses serta pelatihan / tutorial CAT tool tersebut.

5. Sediakan NPWP

Selama beberapa tahun menekuni dunia penerjemahan, saya hampir tidak pernah ditanya soal NPWP atau VAT. Kalau saja ada kolom VAT pada formulir pendaftaran ke agensi, atau pada profil yang harus dilengkapi, biasanya saya kosongi saja. Tapi belum lama ini ada sebuah agensi dari Eropa yang “mewajibkan” saya untuk menyertakan nomor NPWP plus hasil scan kartu NPWP saya. Kira-kira mereka bilang seperti ini: “Semua freelancer kami, harus merupakan pembayar pajak di negaranya masing-masing. Semua calon freelancer wajib mengisi kolom VAT pada formulir data pribadi, dan harus melampirkan bukti yang merupakan tanda bahwa ia adalah seorang pembayar pajak di negaranya. Bla-bla-bla…”

Sebenarnya kalimatnya masih agak panjang dan ada bagian “horornya”. Tapi intinya mereka meminta saya menunjukkan bukti bahwa saya adalah seorang pembayar pajak. Nah, maka dari itu, untuk jaga-jaga saja, silakan siapkan NPWP bagi yang belum punya 🙂


Nah, itulah sedikit tentang “persiapan” sebelum bekerja sama dengan agensi penerjemahan. Mudah-mudahan bermanfaat 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.