Syarat pertama dan utama menjadi seorang penerjemah profesional tentu adalah memiliki kemampuan bahasa sumber dan bahasa target yang mumpuni. Sayangnya, kemampuan bahasa saja tidak cukup jika kita berniat menjadi seorang penerjemah profesional. Ada banyak skill pendukung yang wajib kita kuasai karena akan ada banyak hal yang harus kita tangani sendiri. Sebut saja kemampuan manajemen, pemasaran, dan beragam kemampuan teknis. Terkait kemampuan-kemampuan ini, saya sudah pernah mengulasnya di tulisan-tulisan saya sebelumnya.

Silakan baca:

Nah, salah satu kemampuan yang juga wajib dimiliki oleh seorang penerjemah adalah kemampuan memberikan, mencarikan, dan/atau menciptakan solusi.

Solusi atas apa?

Ya, solusi atas masalah yang mungkin muncul pada rangkaian proses penerjemahan. Entah itu yang sifatnya teknis maupun non-teknis, yang terkait dengan bahasa maupun yang terkait dengan alat bantu. Baik itu yang ada hubungannya langsung dengan klien, PM, atau kebutuhan diri sendiri.

Sepengalaman saya sejauh ini, kemampuan teknis di luar ranah bahasa-lah yang paling sering diharapkan dikuasai oleh seorang penerjemah. Terutama hal-hal yang menyangkut teknologi seperti CAT tool, plugin, dan integrasi antar-tool atau bahkan antarplatform.

Berikut adalah beberapa contoh kasus yang pernah saya alami sendiri.

1. Klien berkukuh menggunakan CAT tool mereka sendiri

Di tahun 2017 saya mengerjakan sebuah proyek penerjemahan game bervolume cukup besar, sekitar 1 juta kata lebih. Proyek itu saya kerjakan bersama 3 rekan penerjemah lain dengan tenggat 2 bulan. Proyek tersebut terbilang proyek yang ringan dan mudah, kecuali bagian di mana klien meminta kami untuk menggunakan tool yang mereka kembangkan sendiri. Tool yang justru membuat saya dan tim kelabakan mengerjakan proses penerjemahan karena tidak memiliki fungsi selayaknya CAT tool! (Baca kisah aslinya di sini.)

project management

Ilustrasi. Sumber: Pexels.

Singkat cerita, saya yang saat itu kebetulan ditempatkan sebagai ketua tim, harus memutar otak mencari cara mempermudah dan mempersingkat pekerjaan. Caranya, saya konversikan seluruh file dari klien ke format yang dapat dengan mudah diimpor ke SDL Trados namun nantinya tetap dapat dibaca di tool milik klien.

Kesimpulan: kita memerlukan kemampuan teknis seorang localization engineer: memilih tool dan tahu cara yang tepat untuk mengonversi file sembari tetap menjaga integritas, struktur, serta isi file. Kita juga memerlukan kemampuan manajemen proyek agar proses konversi dan sebagainya itu tidak mengganggu jadwal sehingga proyek tetap dapat terselesaikan tepat waktu.

2. PM belum menemukan cara mengintegrasikan tool tertentu dengan CAT tool

Saya telah “memegang” proyek penerjemahan buku manual sebuah perangkat keras kenamaan sejak tahun 2018. Di awal tahun 2022 yang lalu, PM meminta kami menggunakan sebuah aplikasi bernama TermWebIntegrator untuk menyinkronkan termbase di sisi klien dengan termbase yang selama ini kami gunakan.

project management

Ilustrasi. Sumber: Pexels.

Singkat cerita, bulan November kemarin PM menginformasikan bahwa untuk termbase proyek yang bersangkutan dapat diakses melalui versi web dengan kredensial baru. Sementara itu, aplikasi TermWebIntegrator untuk sementara waktu tidak dapat digunakan. Saya yang biasanya melakukan sinkronisasi secara berkala pun tidak dapat memperbarui termbase di komputer saya. PM menyarankan, untuk sementara waktu, tim penerjemah bisa mengakses termbase versi web. Sedangkan PM akan mencari solusi agar TermWebIntegrator dapat digunakan kembali.

Sayangnya, proyek berjalan setiap hari. Menunggu kejelasan kapan aplikasi dapat digunakan kembali pasti butuh waktu yang tidak sebentar. PM harus berkoordinasi dengan klien, dan klien mungkin harus mengkomunikasikannya dengan tim terkait.

Solusinya? Solusinya adalah mencari pembaruan aplikasi di situs web resminya, untuk mencari tahu apakah aplikasi yang selama ini kami gunakan tidak berfungsi akibat kedaluwarsa dan butuh pembaruan. Saya juga mencari dokumentasi mengenai aplikasi tersebut.

Singkat cerita, saya justru menemukan plugin TermWeb yang dapat diintegrasikan langsung dengan SDL Trados. Saya pun mengunduh dan menginstal plugin tersebut, dan jreng! Saya kembali dapat mengakses koleksi termbase klien langsung dari SDL Trados bahkan tanpa TermWebIntegrator.

Kesimpulan: kita harus berinisiatif mencari cara bagaimana sebuah pekerjaan dapat dikerjakan secara efisien, tidak melulu bergantung kepada instruksi PM–asal tidak mengganggu alur kerja dan kualitas terjemahan, atau bertentangan dengan instruksi maupun kemauan PM atau klien. Tahu harus ke mana mencari informasi dan bantuan. Segera googling, kunjungi situs resmi pengembang aplikasi, forum diskusi penerjemah, atau blog penerjemah lain. Ada kalanya kita menemukan jawaban di sini. Jangan pasif. Jika kita telah menemukan caranya, komunikasikan dengan PM agar dapat diimplementasikan oleh seluruh tim. Selain mempermudah pekerjaan, hal tersebut juga akan menjadi nilai plus di mata PM.

3. Rekan penerjemah tidak dapat memproses file yang ia terima dari kliennya

Beberapa waktu yang lalu, seorang kawan penerjemah menghubungi saya karena ia tidak dapat membuka return package <.sdlrpx.wsxz> dari PM-nya. Sedianya, package yang berisi file-file untuk direvisi itu perlu diimpor ke SDL Trados terlebih dahulu. Katanya, masalah ini telah disampaikan kepada PM. Namun PM justru hanya mengirimkan belasan file xliff (yang ada di package) dan meminta kawan saya itu untuk merevisinya satu per satu tanpa memperbarui package.

project management

Ilustrasi. Sumber: Pexels.

Cara yang diusulkan oleh PM tersebut tidaklah salah. Namun ada beberapa kekurangan, di antaranya: 1) tidak efisien karena fitur TM, TB, dan autopropagate yang ada di file proyek <.sdlproj> bisa saja tidak bekerja maksimal; 2) berpotensi menimbulkan error baru di mana file gagal diintegrasikan kembali ke package aslinya; 3) berpotensi menimbulkan ketidak-konsisten-an dalam hasil terjemahannya; 4) membuat proses QA lebih memakan waktu.

Saya pun kemudian menemukan bahwa return package pada dasarnya adalah file terkompresi (semacam .zip dan .rar). Oleh karena itu, saya pun melakukan satu langkah untuk meminimalkan munculnya error lain, yaitu dengan menyalin file-file tersebut ke folder proyek yang sedang dikerjakan oleh kawan saya itu. Bukan dengan menyuruhnya merevisi file satu per satu. (Lihat cara selengkapnya di sini.)

Dengan cara yang saya lakukan, ternyata tidak muncul error dan kawan saya dapat mengirimkan kembali file-file tersebut dalam format return package sebagaimana yang diminta oleh klien. Klien pun berhasil membuka package beserta isinya dengan baik.

Kesimpulan: karena CAT tool adalah “makanan” keseharian kita, maka wajib rasanya untuk memahami bukan saja cara memakainya, tetapi juga cara “mengakali”-nya. Memahami format file native setiap CAT tool, dan tahu bagaimana memperlakukannya. Misalnya package dan return package pada dasarnya adalah kumpulan file terkompresi (sama dengan .zip atau .rar), maka isinya dapat kita ekstrak untuk kemudian kita proses dengan cara tertentu. Kemudian .sdlxliff dan .mqxliff pada dasarnya sama-sama file .xliff. Jadi sangat bisa file .sdlxliff diproses di memoQ, dan sebaliknya, file .mqxliff sangat bisa diproses di SDL Trados. Dan seterusnya.

Baca juga:

Apakah rekan-rekan pembaca punya pengalaman serupa? Apa yang rekan-rekan simpulkan dari pengalaman itu? Keterampilan tambahan apa yang rekan-rekan rasa sangat penting untuk menjadi penerjemah profesional? Silakan bagikan di kolom komentar, ya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.